ilustrasi |
Lembaga Advokasi Lampung meminta pemerintah setempat untuk menjerat pelaku prostitusi dengan peraturan daerah (perda). Sebab, terdapat Perda 15/2002 tentang Larangan Perbuatan Prostitusi dan Tuna Susila Dalam Wilayah Kota Bandar Lampung yang mengatur hal tersebut.
“Jika mengacu pada perda tersebut, maka dimungkinkan para pelaku, baik mucikari maupun PSK dapat dipidana. Lembaga Advokasi Lampung mendorong agar Pemerintah Kota Bandar Lampung dan kepolisian saling berkoordinasi untuk dapat menegakkan perda tersebut,” kata Stevanus Lieberto, Staf Divisi Hak Ekosob Lembaga Advokasi Lampung, dalam surat elektronik yang diterima duajurai.com, kemarin.
Dia mengatakan, prostitusi di Bandar Lampung sudah mencapai kondisi yang mengkhawatirkan. Baru-baru ini mencuat kabar mengenai prostitusi online dengan bermodalkan Facebook yang melibatkan Maya Pranita, warga Kedaton. Sebanyak 19 perempuan yang dijajakan oleh Maya, masing-masing berasal dari karyawati, mahasiswi, dan ibu rumah tangga.
Sebelum Maya, polisi juga sudah menangkap Rahmawati yang mengaku memulai bisnis “esek-esek” pada 2015 lalu. Rahmawati punya lima “anak asuh” dari kalangan pelajar SMA. Dia berdalih diminta “anak asuh” untuk mencarikan mereka pelanggan.
Menurut Stevanus, perbuatan para pelaku sebaiknya dijerat dengan Perda 15/2002. Perda tersebut memuat ancaman pidana terkait prostitusi. “Ancaman pidananya diatur dalam Pasal 6. Isinya, kurungan paling lama enam bulan dan denda sebanyak-banyaknya Rp5 juta,” ujarnya.(*)
Artikel ini adalah berita yang telah tayang di duajurai.co dengan judul berita "Lembaga Advokasi Lampung Minta Pelaku Prostitusi Dijerat dengan Perda", Sumber link: https://duajurai.co/2016/10/08/lembaga-advokasi-lampung-minta-pelaku-prostitusi-dijerat-dengan-perda/
---
0 comments