Liku-Liku Hukum Bisnis Transportasi Online di Indonesia




Berbicara tentang transportasi online, maka kita akan mengupas permasalahan tentang taksi (mobil) atau ojek (motor) online yang dikelola oleh sistem aplikasi perusahaan tertentu. Sepengetahuan penulis, perusahaan aplikasi yang sudah mengoperasionalkan bisnis teknologi yang mengarah pada bentuk jasa transportasi tersebut di Indonesia adalah GOJEK, UBER dan GRAB. Terlepas bagaimana para perusahaan-perusahaan aplikasi tersebut memulai aktifitas bisnisnya di tanah air, yang jelas faktanya saat ini telah banyak konsumen memanfaatkan aplikasi tersebut yang menghubungkan konsumen pada penyedia jasa moda transportasi (driver).

Tidak dipungkiri, dalam hal ini tentu penulis pun pernah mencicipi bagaimana pelayanan masing-masing perusahaan aplikasi tersebut diatas. Ragam jasa ditawarkan dalam aplikasi online tersebut tergantung masing-masing perusahaan aplikasi, misalnya antar-jemput penumpang/konsumen, antar barang/dokumen/berkas, order/beli-antar makanan pesanan konsumen, pembayaran/bill tagihan listrik/BPJS dan lainnya.

Reaksi Pemerintah & Masyarakat.

Kehadiran transportasi online berbasis teknologi modern ini tentunya bukan tanpa hambatan, seperti penolakan-penolakan yang disuarakan oleh komunitas ojek konvensional di beberapa daerah yang merasa terganggu / terusik ladang mata pencahariannya. Tidak jarang terjadi salah paham yang berujung keributan hingga kasus hukum seperti tindak pidana perusakan kendaraan dan atribut ataupun penganiayaan antar ojek pangkalan dengan driver ojek/taksi online.

Hambatan lain yang dirasa adalah perihal penerbitan surat menteri perhubungan kepada 7 instansi pemerintah (2015) yang kurang lebih isinya menyatakan bahwa operasional "angkutan online" yang ada di Indonesia belum memiliki izin, meskipun surat itu kemudian dicabut kembali. Lalu juga penerbitan Peraturan Menteri Perhubungan (PERMENHUB) yangmana terdapat poin-poin pokok yang oleh beberapa pihak dinilai memberatkan sampai akhirnya diajukan uji materi terhadap Permenhub tersebut dan Mahkamah Agung (MA) membatalkan beberapa pasal didalamnya karena bertentangan dengan Undang-undang.

Motivasi & Dinamika Driver.

Dalam pengalaman penulis, diketahui bahwa terdapat ribuan driver baik motor maupun mobil yang beroperasi khususnya wilayah Bandar Lampung, dari sekian banyak pengemudi tersebut, ada yang memang menjadikannya sebagai profesi utama dalam mata pencaharian sehari-hari, ada pula yang hanya sekedar mencari "seseran" uang tambahan disamping pekerjaan utama yang dijalankannya, yang mengejutkan dari pengakuan sang driver kepada penulis, ternyata dalam komunitasnya ada juga driver yang berlatar belakang ASN (Aparatur Sipil Negara). Nah !!.

Untuk orang yang menjadikan "driver online" sebagai pekerjaan utamanya, biasanya mereka memulai aktifitas sejak pagi hingga sore bahkan malam layaknya seperti jam kerja plus jam lembur. Namun bagi orang yang hanya menjadikan perkerjaan driver-nya sebagai bentuk pencarian tambahan, maka biasanya mereka menggunakan jam-jam kosong diluar kesibukan utama mereka, para driver ini biasanya mulai "ON" aplikasi mereka menjelang sore hari hingga malam dan juga hari-hari libur kerja/akhir pekan.

Motivasi seorang untuk menjadi driver taksi/ojek online ini sangat bervariatif, mulai dari kebutuhan cari uang pemasukan dengan beroperasional secara normal dan ada pula yang berburu target bonus poin besar (sehari harus "sekian" poin). Karenanya ada cerita dimana satu orang yang ternyata menjadi driver untuk lebih dari satu perusahaan penyedia aplikasi demi berburu poin tersebut. Ada pula cerita dimana driver melakukan rekayasa order-an demi mengincar bonus/reward poin yang ditawarkan oleh masing-masing perusahaan aplikasi.

Dibalik motivasi yang berbeda-beda, banyak pula kisah unik dan sedih yang dialami driver, misalnya kisah driver yang dikerjai/ditipu oleh oknum-oknum nakal yang bertingkah seolah konsumen yang meng-order layanan, ada konsumen yang "cancel" secara sepihak, ada yang memberi 1 atau 2 bintang dan komentar buruk sehingga menghancurkan reputasi sang driver dimata penyedia aplikasi, ada pula yang pura-pura order makanan atau barang namun alamat yang dituju untuk mengantarkan pesanan justru fiktif dan sang pemesan tidak bisa lagi dihubungi oleh driver, hingga sang driver merugi oleh perbuatan-perbuatan oknum tak bertanggung-jawab tersebut.

Hubungan Hukum Perusahaan Aplikasi, Driver dan Pengguna Jasa.

Hubungan antara perusahaan aplikasi dan driver angkutan sepanjang penulis ketahui hingga saat ini adalah bentuk kerjasama kemitraan (partnership). Jadi, driver dalam hal ini adalah mitra dari perusahaan aplikasi, dengan kata lain para driver online ini bukanlah perkerja/tenaga kerja dari perusahaan aplikasi. Jadi bagi anda yang berkeinginan menjadi driver, jangan berharap mendapatkan hak-hak seperti pekerja pada umumnya.

Hubungan kemitraan ini harus mengacu pada pasal-pasal yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) tentang perjanjian yaitu pasal 1320 dan pasal 1338 dan tentang persekutuan perdata yang diatur dari pasal 1618 sampai dengan 1641.

Saat seseorang ingin bergabung menjadi driver di perusahaan aplikasi, maka seseorang tersebut tentunya membuat kesepakatan kontrak kerjasama kemitraan dan menandatangani klausul-klausul yang ada didalam perjanjian / agreement tersebut. Mungkin masih banyak (driver) yang tidak menyadari hal tersebut. Begitupun halnya saat seseorang calon driver melakukan registrasi via aplikasi driver, menekan/klik button (tombol) persetujuan, seseorang tersebut dianggap menyetujui ketentuan/regulasi kemitraan yang diatur masing-masing perusahaan penyedia aplikasi tersebut. Jadi silahkan anda cek terlebih dahulu sebelum anda menerima klausul-klausul kemitraan tersebut.

Namun demikian tidak menutup kemungkinan lain bagaimana status hubungan hukum para driver ini akan berubah tergantung diatur seperti apa dalam peraturan perundang-undangan terkait bisnis transportasi berbasis teknologi ini berkembang kedepannya. Misal driver sebagai pekerja dari "perusahaan penyedia jasa driver" atau driver adalah anggota suatu koperasi atau jenis badan hukum lain yangmana nantinya badan hukum perusahaan / koperasi lah yang bermitra dengan perusahaan aplikasi online.

Sedangkan pengguna / penumpang angkutan online adalah konsumen yang memanfaatkan layanan aplikasi untuk mendapatkan jasa driver. Perusahaan penyedia aplikasi menjadi penghubung bagi konsumen yang ingin memanfaatkan jasa transportasi (driver). 

Berikut Alur Regulasi / Kebijakan Hukum Terkait Transportasi Online 

Surat Nomor UM.302/1/21/Phb/2015 yang ditandatangani oleh Menteri Perhubungan Ignasius Jonan, tertanggal 9 November 2015 yang mengisyaratkan untuk menindak operasional kendaraan pribadi yang mengangkut orang/barang yang memungut bayaran karena tidak memenuhi ketentuan angkutan umum dalam UU LLAJ dan PP No. 74 Tahun 2014 Tentang Angkutan Jalan. Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Djoko Sasono mengatakan bahwa ketentuan angkutan umum adalah harus minimal beroda tiga, berbadan hukum dan memiliki izin penyelenggaraan angkutan umum.

Kurang lebih satu bulan sejak diterbitkannya surat diatas, Kementerian Perhubungan menggelar Konfrensi Pers terkait pencabutan Surat tersebut, Kementerian Perhubungan mempersilahkan ojek dan transportasi umum berbasis aplikasi tetap beroperasi sebagai solusi sampai transportasi publik dapat terpenuhi dengan layak.

Kementerian Perhubungan meminta Kementerian Kominfo memblokir aplikasi Uber dan Grab Car, Permintaan pemblokiran itu disampaikan Kemenhub melalui surat bernomor  AJ 206/1/1 PHB 2016 yang ditandatangani oleh Menteri Perhubungan Ignasius Jonan, Senin 14 Maret 2016. Namun Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menolak pemblokiran aplikasi tersebut dengan alasan bahwa aplikasi tersebut bukan merupakan konten negatif.

Lalu pada bulan 28 Maret 2016 terbit kembali Surat Kementerian Perhubungan dengan Nomor: UM.302/1/5 PHB 2016 Perihal Penertiban Angkutan Umum Ilegal. Surat yang ditujukan kepada Kepolisian dan kapala-kepala daerah tersebut berisikan 7 poin yang salah satunya memberikan waktu dua bulan agar angkutan ilegal yang belum memenuhi persyaratan angkutan untuk membenahi masalahnya sesuai UU LLAJ. Meski demikian, kemenhub tetap mengizinkan angkutan ojek online untuk beroperasi. Menurut dia, kendaraan roda dua tak masuk dalam kategori angkutan umum.

Bulan Mei 2016, terbit Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor PM 32 Tahun 2016 yang telah ditandatangani Menteri Perhubungan Ignasius Jonan pada 1 April 2016. Permenhub tersebut dianggap sebagai payung hukum beroperasinya transportasi online.

Pada bulan Agustus 2016, tiga orang driver masing-masing Aries Rinaldi, Rudi Prastowo (driver Grab) dan Dimas Sotya Nugraha (driver Uber) melalui kuasa hukumnya melakukan permohonan uji materi Pasal 139 ayat (4) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan ke Mahkamah Konstitusi. Dalam permohonannya para pemohon menyatakan telah dirugikan hak konstitutionalnya oleh pasal tersebut. Mahkamah Konstitusi kemudian mengeluarkan putusan yang menolak permohonan para pemohon, dalam konklusi putusan MK dengan Nomor 78/PUU-XIV/2016 tersebut Majelis berkesimpulan bahwa permohonan para pemohon tidak beralasan menurut hukum.

Diterbitkannya Peraturan Menteri Perhubungan RI (Permenhub) Nomor PM.26 Tahun 2017 sebagai revisi PM 32 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek. PM 26 tahun 2017 tersebut diantaranya memuat 11 poin revisi yang telah dibahas dan disepakati bersama antara para pemangku kepentingan, seperti para akademisi, pengamat transportasi, asosiasi terkait, dan pelaku usaha jasa transportasi, baik yang reguler maupun yang berbasis aplikasi (online). Hasilnya selain sudah dilakukan uji publik juga telah disosialisasikan ke berbagai kota dan dipublikasikan melalui media massa.

Diajukan Permohonan Keberatan Hak Uji Materiil terhadap Peraturan Menteri Perhubungan RI (Permenhub) Nomor PM.26 Tahun 2017 dari Para Pemohon:
(1). SUTARNO,
(2). ENDRU VALIANTO NUGROHO,
(3). LIE HERMAN SUSANTO,
(4). IWANTO,
(5). IR. JOHANES BAYU SARWO AJI,
(6). ANTONIUS HANDOYO.

Inti Putusan Mahkamah Agung Nomor 37 P/HUM/2017.
Mengabulkan permohonan keberatan hak uji materiil dari Para Pemohon, Mahkamah Agung menyatakan 14 Pasal yaitu;
Pasal 5 ayat (1) huruf e;
Pasal 19 ayat (2) huruf f dan ayat (3) huruf e;
Pasal 20;
Pasal 21;
Pasal 27 huruf a;
Pasal 30 huruf b;
Pasal 35 ayat (9) huruf a angka 2 dan ayat (10) huruf a angka 3;
Pasal 36 ayat (4) huruf c;
Pasal 37 ayat (4) huruf c;
Pasal 38 ayat (9) huruf a angka 2 dan ayat (10) huruf a angka 3;
Pasal 43 ayat (3) huruf b angka 1 sub huruf b;
Pasal 44 ayat (10) huruf a angka 2 dan ayat (11) huruf a angka 2;
Pasal 51 ayat (3), dan;
Pasal 66 ayat (4) Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM.26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum tidak dalam Trayek, bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UU UMKM) dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ), Mahkamah Agung menyatakan 14 Pasal tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat serta memerintahkan Menteri Perhubungan mencabut 14 Pasal tersebut.

Pertimbangan Mahkamah Agung dalam memutus Uji Materiil Permenhub Nomor PM.26 Tahun 2017 adalah;
1. Angkutan sewa khusus berbasis aplikasi online merupakan konsekuensi logis dari perkembangan teknologi informasi dalam moda transportasi yang menawarkan pelayanan yang lebih baik, jaminan keamanan perjalanan dengan harga yang relatif murah dan tepat waktu.
2. Fakta menunjukkan kehadiran angkutan sewa khusus telah berhasil mengubah bentuk pasar dari monopoli ke persaingan pasar yang kompetitif, dengan memanfaatkan keunggulan pada sisi teknologi untuk bermitra dengan masyarakat pengusaha mikro dan kecil dengan konsep sharing economy yang saling menguntungkan dengan mengedepankan asas kekeluargaan sebagaimana amanat Pasal 33 ayat (1) UUD 1945.
3. Penyusunan regulasi di bidang transportasi berbasis teknologi dan informasi seharusnya didasarkan pada asas musyawarah mufakat yang melibatkan seluruh stakeholder di bidang jasa transportasi sehingga secara bersama dapat menumbuh-kembangkan usaha ekonomi mikro, kecil dan menengah, tanpa meninggalkan asas kekeluargaan.
4. Dalam permohonan keberatan hak uji materiil ini, Mahkamah Agung menilai objek permohonan bertentangan dengan peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi, sebagai berikut:
(a). bertentangan dengan Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 dan Pasal 7 UU Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Karena tidak menumbuhkan dan mengembangkan usaha dalam rangka membangun perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yang berkeadilan dan prinsip pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah.
(b). bertentangan dengan Pasal 183 ayat (2) UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Jalan Raya, karena penentuan tarif dilakukan berdasarkan tarif batas atas dan batas bawah, atas usulan dari Gubernur/Kepala Badan yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri, dan bukan didasarkan pada kesepakatan antara pengguna jasa (konsumen) dengan perusahaan angkutan sewa khusus.

Kemudian, Kementrian Perhubungan kembali nenerbitkan Peraturan Menteri Perhubungan RI (Permenhub) Nomor PM.108 Tahun 2017 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek, Permenhub ini dinilai oleh kementrian sebagai revisi atas Permenhub sebelumnya yang pasal-pasalnya dibatalkan oleh Mahkamah Agung. Sembilan poin yang pokok didalam Permenhub 108 Tahun 2017 diantaranya adalah:

  1. Argometer taksi: besaran tarif sesuai yang tercantum pada argometer;
  2. Tarif: penetapan tarif dilakukan berdasarkan kesepakatan pengguna jasa dan penyedia jasa transportasi. Pedomannya adalah tarif atas dan bawah yang ditetapkan Dirjen Perhubungan Darat atas usulan dari Kepala BPTJ atau Gubernur sesuai kewenangannya;
  3. Wilayah operasi: beroperasi pada wilayah operasi yang telah ditetapkan Dirjen Perhubungan Darat atau Kepala BPTJ atau Gubernur;
  4. Kuota: kuota kebutuhan kendaraan ditetapkan Dirjen Perhubungan Darat atau Kepala BPTJ atau Gubernur;
  5. Jumlah kendaraan: minimal lima kendaraan. Untuk perorangan yang memiliki kurang dari lima kendaraan dapat berhimpun di badan hukum berbentuk koperasi yang telah memiliki izin penyelenggaraan taksi daring;
  6. Bukti kepemilikan kendaraan bermotor: BPKB atau STNK atas nama badan hukum/atas nama perorangan badan hukum berbentuk koperasi;
  7. Domisili tanda nomor kendaraan bermotor (TNKB): taksi daring menggunakan TNKB sesuai wilayah operasi yang ditetapkan;
  8. Sertifikat registrasi uji tipe (SRUT): persyaratan permohonan izin bagi kendaraan bermotor baru harus melampirkan salinan SRUT kendaraan bermotor;
  9. Peran aplikator: perusahaan aplikasi di bidang transportasi dilarang bertindak sebagai penyelenggara angkutan umum.

Permenhub 108 ini pun menuai protes dari kalangan driver, mereka keberatan dengan poin pokok yang terdapat di Permenhub tersebut bahkan ada yang berencana untuk kembali mengajukan Uji Materi ke Mahkamah Agung.

Selain daripada hal-hal diatas, sejak tahun 2015 telah berkembang pula wacana untuk me-revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ).

---

Ingin melihat artikel tentang Artikel lainnya? dapat anda temukan ►disini

0 comments